God Bless Us

Akhir-akhir ini saya dan keluarga lagi sibuk nyiapin pernikahan kakak. Ini kakak saya yang kedua dan terakhir yang nikah. Untungnya kakak ini laki-laki, jadi ga terlalu ribet nyiapin segalanya, walaupun tetep aja, Ibu saya ga mungkin ga ribet kalo nyiapin acara. Ceritanya hari ini kami sekeluarga ajak makan anak-anak yatim/piatu, di salah satu resto fastfood yang baru buka di kota kami. Biasanya kalo keluarga kami mengadakan acara seperti ini, anak-anaknya hanya diajak ke rumah dan bawa pulang makanannya. Tapi kali ini beliau pengen ajak makan di luar. Tempatnya lumayan besar untuk seukuran kota saya yang kecil, jadi agak lumayan booming. Biasalah, tempat baru menarik pelanggan. Jadi menurut Ibu saya, makan-makannya di sana saja, pasti bikin senang mereka semua.

Proses booking tempat dan segala macem cukup ribet, karena kami mendadak bookingnya, hari ini juga untuk 45 orang, sedangkan sebelumnya ada acara ulang tahun. Akhirnya acara pun diundur jadi makan malam. Ga masalah. Sebelum anak-anak diantar ke tempatnya, saya sudah lebih dulu di sana, siapin segala macam. Tapi ternyata, 15 menit sebelum dimulai tempat yang sudah dibooking belum beres sama sekali. Masih ada orang-orang yang ulangtahun sebelumnya, belum dibersihkan, masih berantakan semuanya. Sedangkan anak-anak sudah dalam perjalanan. Karena saya memiliki kekuatan super, jadi berhasil menyiapkan segalanya hanya setengah jam. Ya dengan bantuan asisten manajer dan beberapa pelayan resto itu sih. Pokoknya I act like I own that place. I don't care, saya ga mau anak-anak itu nunggu lama.

Ketika anak-anak itu datang, tempat masih belum beres, masih dibersihkan dilap segala macem. Jadi saya suruh mereka tunggu di ruang bermain. Agak lama kemudian, semuanya beres, dan mereka semua masuk ke tempat yang disediakan, dan duduk rapih. Mereka semua pake baju muslim dan kerudung, yang laki-lakinya pake baju koko dan kopeah buat anak kecil. Semuanya sederhana sekali, memang mereka bukan dari keluarga yang berada.

Selanjutnya berjalan kaya biasa, ga ada yang khusus. Kami semua makan bersama. Btw, nasi dan ayamnya sekarang makin kecil ya... (just info). Tapi kami semua senang, bisa makan bersama. Ketika mereka makan, saya liatin satu-satu. Ga banyak wajah yang saya kenal, padahal mereka semua itu tetangga saya. Tempat tinggal saya bukan berada di komplek perumahan, atau pinggir jalan. Tapi adanya di dalam gang kecil sempit, dan cuma muat satu gang. Kadang kalo ada orang parkir motor sembarangan, mobil ga bisa keluar. Pokoknya untuk ukuran mobil Innova, mepet deh. Dan pemukiman saya, lebih ke arah kampung, daripada kota. Lebih banyak penduduk yang kurang mampu, dibandingkan yang menengah. Kalo kalian suka lihat reality show yang suka benerin rumah-rumah orang itu, ya seperti itulah keadaanya di pemukiman saya. Rumahnya kebanyakan masih pake papan, atau dinding yang rotan atau kayu atau apalah yang garis-garis itu. Boro-boro pake marmer, kebanyakan dari mereka bahkan ga di cat rumahnya, atau ga ada plafonnya. Ga bakal ada kamar khusus pakaian dan sepatu, adanya satu ruangan besar untuk tidur bersama, dan satu kamar mandi seadanya. Itu untuk tempat tinggalnya. Untuk profesi orang dewasanya, jarang yang kantoran atau pegawai, hanya sebagian. Kebanyakan mereka adalah tukang becak, kuli, dan pekerja kasar lainnya. Lumayan kebayang kan gimana? :)


Jadi ketika saya liat anak-anak itu makan, terharu rasanya. Mereka semua datang ke tempat itu dengan pakaian sederhana, dan senang masuk ke tempat yang jarang atau bahkan ga pernah mereka datangi. Sebagian dari mereka saya dengar ber-wow ketika masuk dan liat pemandangan dari lantai atasnya, dan senang ketika saya suruh mereka tunggu di ruang mainnya. Ketika mereka makan pun (walaupun porsinya dikit, nasinya dikit banget), mereka senang dan ga berantakan. Saya liat ada kakak adik, yang kakaknya ngasih ayam buat adiknya, dan disuapin..


Setelah makan, kami semua baca doa. Aneh ya, harusnya sebelum makan berdoa. Tapi karena sebelum makan suasananya hectic bukan main, daripada tidak sama sekali, maka setelah makan kami semua berdoa. Tidak lupa mengucap syukur kepada Allah, doanya simpel aja, surat Al Fathihah, tapi diucapkan bersama-sama.


Ketika pulang, anak-anak diantar lagi ke rumah saya dimana mereka nanti bakal dijemput sama orang tuanya. Karena hanya kakak dan Ayah saya yang nyupir, maka kami harus sabar nunggu mobil bolak-balik ke rumah. Ketika saya nunggu sama anak-anak, mereka saling becanda, main balon, ada yang lihat-lihat sekeliling, ada yang diam saja. Tiba-tiba salah satu anak kecil ada yang ngdeketin saya, dan dia bilang, "Terima kasih ya mba..". Saya cuma bilang, "Iya.." Dan saat itulah saya luar biasa terharu. Rasanya sakit nahan nangis, kaya ada tulang ayam nyangkut di tenggorokan. Saya lihat lagi anak-anak itu semua. Entah bagaimana mereka 5 tahun lagi. Apa cita-cita mereka semua? Ada yang ingin jadi dokter atau pilot kah, kaya sebagian besar anak-anak kecil yang lain. Ada yang lulus SMP, dan saya yakin dia ga akan ngelanjutin sekolahnya. Akankah mereka ngikutin jejak bapaknya, jadi tukang becak, dan selanjutnya seperti itu? Saya yakin buat mereka, untuk punya pensil, buku, tas, sepatu dan alat sekolah lengkap itu cukup. Sedangkan beberapa anak lainnya yang jauh lebih beruntung, punya pensil Faber Castel, buku gambar Disney atau Spongebob yang satunya harga Rp. 12.000, dan tas sekolah yang bisa digeret kaya koper. Yah, ada bumi ada langit. :)


Saya beruntung, dilahirkan dalam keluarga yang cukup. Punya keluarga yang lengkap, satu Bapak satu Ibu satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki. Saya sekolah sampai perguruan tinggi dan sepanjang hidup saya kebutuhan terpenuhi. Saya juga sangat beruntung, tinggal di lingkungan seperti ini. Walaupun suka kesal mobil ga bisa keluar gang karena motor atau becak parkir, tapi di sinilah saya belajar tentang kesederhanaan. Lingkungan pendidikan saya di luar kota, khususnya saat perguruan tinggi, jauh berbeda dengan lingkungan saya dibesarkan. Teman-teman saya sangat berada, uang sakunya lebih dari cukup, termasuk saya. Ada saatnya saya senang-senang, menghamburkan uang orangtua hasil kerja keras mereka tanpa pikir panjang. Tapi sesungguhnya, dan saya jujur, tiap saya melakukan hal begitu, yang saya ingat pertama kali adalah Ayah saya. Beliau sering cerita bagaimana beliau memulai segalanya dari bawah. Ayah saya bukan dari orang yang berada, sehingga beliau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya. Meniti karir dari bawah, dengan pendidikan yang bahkan bukan sarjana. Ibu saya juga banting tulang untuk biayain sekolahnya. Mereka tidak menggantungkan diri dari orangtua. Uang merekalah yang selama ini saya keluarkan untuk segalanya, tiap sennya. Terkadang ga pikir panjang, bahkan ga mikir sama sekali, beli ini oke, beli itu oke. Kebutuhan tersier pun jadi kebutuhan primer.


Dan anak-anak itu.. sebenarnya saya ga tau gimana keadaan keluarganya, bapak/ibunya kerja apa, rumahnya gimana. Tapi sejauh yang saya tahu, saya jauh lebih beruntung dari mereka. Mereka dan lingkungan saya dibesarkan inilah yang jadi rem buat saya selama hidup ini dalam pergaulan dengan teman-teman. Untuk mereka, makan di restoran fastfood itu barang mewah. Untuk saya dan teman-teman, makan di restoran seperti itu adalah kejadian sehari-hari. Saya juga tadi mikir, apa ya yang mereka pikirkan? Apakah mereka tau Justin Bieber, Hannah Montana, atau K-Pop? Apa mereka tau Paris, London, Roma, bahkan Malaysia? Saya yakin pikiran mereka sederhana. Hanya untuk hidup, makan, ngaji, sekolah biar pintar. Siapa yang mikirin mereka? Saya yakin banyak orang-orang di luar sana seperti Ayah dan Ibu saya yang membagi nikmat dengan orang-orang yang membutuhkan. Saya bukan sombong atau riya, sungguh saya pengen banget sukses dan seperti orangtua saya. Tidak lupa dari mana asalnya, tidak lupa dengan lingkungan sekitar, membagi nikmat dengan sesama..


Dan sekarang ada tulang ayam lagi di tenggorokan saya.


Anyway, hari ini adalah hari yang bermakna, satu pelajaran yang didapat dari hidup, dari orangtua dan lingkungan saya tinggal. Orangtua saya mengajarkan untuk berbagi, untuk tidak lupa sesama dan bersyukur. Anak-anak itu mengingatkan saya tentang kesederhanaan. Kesederhanaan berpikir, kesederhanaan hidup. Selalu bersyukur pada Allah, mengucap doa. Dunia hanya sementara, miskin atau kaya ga akan dibawa ke liang kubur. Ini juga mengingatkan saya untuk ga terlalu menjadikan hidup ini beban. Live simply. Usia memang ga ada yang tau, tapi rata-rata manusia hanya hidup sampai usia 70an, dan buat saya itu 50 tahun lagi. Semoga dalam 50 tahun ini, saya bisa melakukan hal yang lebih dari orangtua saya. Memberi makan yang membutuhkan, mungkin tempat tinggal dan pendidikan juga. Amin. Saya ga mau lupa diri, ga boleh lupa diri, apalagi lupa sama yang di atas. Saya bersyukur atas segalanya yang telah diberikan. Mudah-mudahan untuk esok dan seterusnya, akan terus ada orang-orang seperti orangtua saya yang mau berbagi walaupun sedikit, namun maknanya luar biasa bagi orang lain. Mudah-mudahan saya bisa seperti itu, dan kalian juga.


Sekian dulu ya postingannya, saya mau ngeluarin tulang ayam di tenggorokan ini. :)



"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar." (An-Nisaa : 2)



Comments