All I Ever Wanted

Saya pengen banyaaak sekali. Pengen ini pengen itu. Pengen begini pengen begitu, banyak sekali. Sampai tak terhitung. Dan saking banyaknya, ngga semua hal yang saya inginkan itu tercapai. Dan seiring waktu, terkadang saya lupa saya pernah pengen banget ini, pengen banget itu. Apalagi waktu masa-masa remaja (jaman sekarang masa-masa ini dikenal dengan masa-masa Ababil), kalau saya pengen sesuatu, terkadang sampe nangis sendiri diam-diam karena pengen banget. Tapi setelahnya, bisa sama sekali lupa dan bahkan ngga pengen sama sekali. Kalau digambarin pake chart itu bentuknya seperti ini.



Awal-awal saya pengen. Besoknya saya pengen bukan main, sampe setiap hari kepikiran kadang ngga bisa makan ngga bisa tidur atau kebawa mimpi. Terus tiba-tiba saja antiklimaks, turun drastis sampai kadang saya terheran-heran sendiri kenapa bisa pengen banget seperti itu.Itu waktu masih labil. Menggebu-gebu. Yah, darah muda, darahnya para remaja..
Sekarang ngga jauh beda sih. Tapi seengganya, yang saya inginkan lebih konstan sekarang.



Kadang jatuh drastis, kalau ternyata yang saya inginkan itu berbalik nyakitin. Maksudnya adalah jika keinginan itu terlalu dalam, terkadang kehidupan yang dijalani seakan kurang berarti karena apa yang kita inginkan belum didapat. Baik, kalau hal itu bisa jadi pemicu semangat dan positif, tapi kalau setelah berusaha sebaik mungkin dan ngga dapet-dapet juga, kadang orang-orang bisa stress, kecewa, dan patah asa.

Karenanya seiring waktu dan pengalaman, saya lebih suka memendam dalam hati apa yang saya inginkan. Menjaganya untuk terus hidup sambil berusaha. Pernah waktu itu apa yang saya inginkan sudah di depan mata, semudah membalik telapak tangan untuk mencapainya. Tapi memang bukan waktu dan tempatnya, semuanya jadi berbalik drastis. Rasanya itu seperti jatuh dari khayangan, tiba-tiba dihempaskan ke realita dan apa yang sudah di depan mata, hilang seketika. Benar-benar hilang dan ngga ada harapan. Eh tapi ternyata, dia balik lagi. Dan hilang lagi, dan balik lagi. Labil sekali dia ya. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk berpikiran “whatever will be will be..”

Akhir-akhir ini saya jadi sering mikir, apa hal-hal yang saya inginkan itu benar-benar baik buat saya? Apa hal-hal itu yang saya butuhkan saat ini atau nanti? Dulu kalau saya beli baju misalnya, saya ngga mikir panjang bakal dipake seterusnya atau hanya satu saat saja. Sekarang, saya lebih mikir panjang. Benar kata pepatah, orang tua itu bijak bukan karena usia, tapi karena pengalamannya.


Saya menginginkan sesuatu saat ini, sama besarnya seperti saya menginginkan hal itu 8 bulan yang lalu, bahkan secara tak sadar saya telah menginginkannya selama bertahun-tahun. Saya cuma baru tahu bahwa ‘itu’ selama ini yang saya inginkan, yang saya khayalkan. Pernah begitu dekat, dan tiba-tiba jauh begitu saja. Pernah begitu di depan mata, dan pernah saya harus membuang jauh-jauh dari mata agar bisa hidup ‘sehat’ lagi. Dan sekarang? Masih sama seperti bulan lalu, atau bulan sebelumnya, atau tahun sebelumnya. Saya ingin hal yang sama, hanya saja apa benar itu yang saya butuhkan saat ini?

You know, sometimes what you ever wanted is not exactly what you ever needed. Sometimes you have to forget what you want and remember what you deserve. And sometimes what you want the most, is what you’re better off without.



So sad. But true. But still, I always want you. Constantly. Pathetic.






Comments